Berbicara tentang satra mungkin tidak akan ada habuisnya. Semua serba pelik didatangi oleh-oleh segala problema. Nasib jadi seoranga satrawan adalah seperti ini. Jadi pada dasarnya kita ini telah terbelenggu dalam mayoritas salah kaprahnya perbahasaan di negeri ini. Kita buta akan segala kaidah dan estetika bahasa kita. Bahasa Indonesia. Saya tidak mau bertele- tele tentang adanya pengrusakan norma dan adat di negeri kita. Bukannya saya sok berdeklarasi ataupun apa namanya, yang saya ingin adalah majunya sistem perbahasaan kita. Kita berpikir sejenak saja dan merenung, kita sudah larut dalam kebobrokan. Lihat saja \ketika anda melihat susatu acaara komedi, sebut saja OVJ yang ktenaran dari pantun gombalnya sedang mengIndonesia. Yang saking tidak lucunya saya ingi membanting TV saya sendiri. Mereka lupa akan kaidah dari pantun sebenarnya untuk apa. Mereka lupa suku kata, baris dan makana yang lebih mendalam. Sekarang begini saja, seandainya kita ini berkarya dengan maha dasyatnya suatu usaha dan pikiran kita. Tapi? Ujungn-ujungnya hanya di jadikan barang lawakan yang tidak berbobot sama sekali. Cukuplah kita bersenang-senang dengan cara hidup anak muda yang tidak mempunyai pendirian dalam hal perbahasaan. Mari kita berpikir lebih teoristis dalam segala urusan. Walaupun tidak semua di dunia ini bisa di selesaikan secara teoristis. Itu adalah poin pertama. Kedua, saya ingin berbicara tentang puisi (ynag sebenarnya saya sebut sebagai puisi kloningan) puisi yang hanya mementingkan isi kata tanpa melihat suatau estetika makna yang lebih mendalam contoh seprti ini
imajinasi cinta....
entah kenapa saya tak bisa berdaya oleh daya pikat mu.
seakan lentera hidup ini redup tapi mampu menerangi
jalan yang ku lalui.
saya sadar, saya bukan lah AutoMan
yang bisa memberikan aliran listrik di kala gelap.
saya hanya orang biasa yang tak luput dari
salah dan dosa.
kasih......
lentiknya bulu mata mu, melukiskan genitnya
tingkah laku mu.
ingin rasanya ku belai rambut indah mu,
ku peluk molek tubuh mu.
.......biarlah imajinasi ini melayang setinggi
tingginya.
karna ku yakin kau disana jg sangat sngat rindu.
ingin rasanya ku petik bunga mawar ini,
tuk ku persembahkan hanya kau seorang yang terkasih....
rasa ini hnya tuk kmu seorang......
salam rindu dari ku dan cium mesra turut ku
persembahkan......
dibanding dengan estetika bahasa yang di gunakan olehAlm. W.S. Rendra pusi di atas tidak mengandung estetika sama sekali
Sajak Sebatang Lisong
menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka
matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak – kanak
tanpa pendidikan
aku bertanya
tetapi pertanyaan – pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis – papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
delapan juta kanak – kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
……………………..
menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana – sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan
dan di langit
para teknokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
gunung – gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes – protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair – penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
termangu – mangu di kaki dewi kesenian
bunga – bunga bangsa tahun depan
berkunang – kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta – juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
……………………………
kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing
diktat – diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa – desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata
inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
inilah peliknya masalah di Negeriku Indonesia dimana orang-orang sastra sekarang hanya bisa mengucapkan kritk macam si Sujiwo Tedjo yang sangat tegas dalam memeberikan kritik di Salah satu stasiun swasta. Inti dari semua adlah perliunya kita sebagaiu anak muda untuk belajar menghargai bahasa dan sistem tatanan bahasa kita sendir. Janganlah kita ikut-ikutn pada hal yang kita sendiri saja tidak tahu maksudnya